SKTM-Surat Keterangan Tidak Malu

Romantisme lelaki bersarung dengan baju putih bersongkok hitam menuju masjid dekat alun-alun kota. Orang-orang berduyun-duyun menuju ruang utama sebagian menuju tempat wudhu. Ada yang jalan kaki, membawa motor, mobil roda empat sudah mulai berjajar rapi di depan masjid dan memakan sebagian jalan dan alun alun. Matahari terik di atas kepala, belum telat pikirnya. Salah satu jamaah ini datang dari kecamatan yang jauh di ujung karena ada urusan di kota mengantar ibunya, kurang lebih 20 tahun usianya, rambut mulai gondrong tak beraturan memang tak rapi dasar orangnya, tingginya hampir satu koma tujuh meter. Tak membawa kopiah atau sajadah dia melepas helm tetapi tak melepas jaket hitamnya yang telah beberapa tahun dipakainya, barangkali ukuran tubuhnya tak berubah sehingga masih bisa dipakai terus jaket itu sejak sma. Ia mulai masuk mengambil air wudhu, tetap tak melepas jaket hitamnya entah karena terlalu sayang atau terlalu malas. Khotib berpesan untuk meningkatkan ketaqwaan, ah inilah sholat Jumat untuk selalu mengingatkan setiap minggu pada hari Jumat. Selesai salam ia hanya berdoa sebentar terbawa arus orang orang yang mulai juga bubar. Motor ia nyalakan helm ia pakai untuk pulang pada kecamatan di ujung sana, di pegunungan kapur yang indah baginya, puluhan kilo meter akan ia tempuh. Di atas motor itu ibunya mulai bercerita begini jika disusun

Sewaktu aku mengambil air wudhu masuk kawasan masjid sedang itu ibu menunggu di alun alun yang banyak pohon untuk tempat berteduh dari matahari yang terik dan panas betul seperti siang ini, sedang duduk di tempat itu. Ibu 50 tahun kurang lebih usianya dari Miri arah berlawanan dari ibu rumahnya. Kusebut saja ibu Miri karena ibu tak mengucapkan namanya.  diucapkan dalam jawa ibu Miri berkata dengan sopan 'ikut duduk ya bu' dengan sopan juga dalam jawa ibu menjawab 'silahkan bu'. 'Ini tadi lo bu, mengantar anak sekolah, hari pertama, harus didampingi orang tua' ibu Miri bercerita tanpa orang meminta. Ibu hanya mendengarkan, ibu Miri melanjutkan 'dapat sekolah swasta bu, karena enggak keterima di sekolah Negeri, karena nggak punya Surat Keterangan Tidak Malu bu' ibu hanya menanggapi 'iya, ya bu' percakapan terjadi banyak tapi tak kutuliskan semua.  Hanya itu yang kuingat dan diceritakan ibu dengan sangat jelas, tambahan lain, anaknya perempuan badannya kecil, berkerudung, bersepatu hitam, masih baru sepertinya.

Ah, Surat Keterangan Tidak Malu begitu ajaibnya engkau. Mampu menggeser-geser, mampu membuat orang menunggalkan malu nya, bahkan bisa saja meninggalkan doa tak baik pada diri sendiri. Ah memangnya seberkuasa apa engkau pada dunia pendidikan kini?

0 Comments