Wadah. Itu judul panjang amat yak ternyata, eiits sebelum ini terlalu jauh melenceng dan gagal fokus dengan kemanisanmu yang tak ada semut menghinggapi, heladalah tambah gak nyambung sama judul.
Ya terkadang seperti itulah, aku pernah mendengar pendapat bahwa gagasan adalah suatu kutukan, kurang lebih seperti itulah kalau aku boleh menyimpulkannya, ya bagaimana tidak, lawong kita kalo punya gagasan di otak kan harus mempertanggungjawabkan untuk melakukannya, mewujudkannya. Kalau tidak? Walah, jangan jangan ntar tambah parah sakitnya, kan bisa tekanan juga. Hmm, gimana ya mulainya, misalkan saja kita bandingkan dengan orang lain misalkan, yang lebih beruntung (weladalah kita kurang syukur atao sombong kali ini?) Eh kok kita, kan ini tulisan saya ya. Hmm. Saat orang lain hanya memikirkan perutnya sendiri misalkan, kan nikmat sekali mereka, seolah tanpa memikirkan kita, biar adil kita lihat sebagai anak kecil, kan anak kecil mikir perutnya sendiri kesenangannya sendiri kan begitu kan kan? Lah orang tuanya? Kan memikirkan perutnya sendiri perutnya anaknya atau lebih lebih memikirkan perut anaknya dulu baru perutnya sendiri. Weladalah, la kok perut, seolaj hidup cuma buat makan hmm. Yawislah itu kan sederhananya, intinya kebahagiaan lah ya, la tapi itu barangkali yang progresif ya, sesuai dengan kemampuan masing-masing, adil itu ya disitu bukan setiap orang harus angkat beban 5 kg, walah itu mas Aderai bisa ngomong enteng sekali, lah dedek bayi yang baru lahir tadi pagi? Bobotnya aja belum sampek segitu (rata-rata loh ya, mbok ya yang khusus itu jangan diikutkan) sebenarnya mau saya tulis buto atau apa gitu, tapi kok ya takut nyinggung, la kok takut? La sekatang kan ngeri. Heuheu.
Kembali ke (saya gak punya laptop)=》lah hmm curhatanmu, kan sekarang. Besok kan siapa tau kualitas S yang didapat, eh barangkali doi juga ya, Aamiin kan saja. Wkwk, ketawa jahat inimah. Daan pada akhirnya memang puncak yang kita lihat tak sama dengan puncak yang mereka lihat. Terkadang saya bertemu orang yang sudah saya anggap besar dan cukup lah kok dia ya masih nengok ke atasnya lagi yang lebih besar ternyata, walah kok jadi saya kan awalnya aku. Pertanyaan besar. Terkadang juga bertemu dengan orang yang sangat sederhana, ya begitulah memang barangkali seharusnya, mungkin yang hanya perlu kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin, coba aja dulu. Walah langsung dadi sok bijak, tanpa kita sadari hal yang kita lihat sederhana atau bahkan remeh temeh bisa sangat beraryi buat orang lain. Ya intinya balik lagi sih ya, keadilan. Ya kalo pikirannya mampu ya tanggung jawabnya besar selepas itu kutukan atau bukan tapi kan kita tak pernah tau, apa iya kutukan itu memang benar benar kutukan yang terbesar, yang terkuat, yang tertinggi? Kan ya aku saya tak bisa menjawab. Biar adil kan aku saya, lah hmm tapi kok ya terjadi perpecahan gini. Heuheu.
Salam...
Semangat untukmu yang disana *lho
Semangat itu ya buat kamu, wong awakmu yang patah dan ....
Sensor
0 Comments