Mereka tak harus paham yang aku rasakan, kan begitu.
Bahwa setiap masalah yang datang, penyebabnya apa kepadaku. Mereka tak harus paham, tak berkewajiban membantu, dan tak berkewajiban pula ikut menyelesaikannya. Hanya diri ini yang kelam ini yang memang harus menanggung sendirian, seperti biasanya. Memang sangat cengeng, dalam menangisnyapun tak perlu didengarkan, dihiraukan. Biarlah, biarlah yang mati tetaplah akan segera mati, akan segera pergi, akan segera hilang, sinar iyu telah pergi sejak lama, sejak kesalahan pertama, yang tersisa sekarang hanyalah remah-remah yang mudah sekali hanyut dan dihilangkan. Sudah tak punya harga lagi, bahkan pun jika dikatakan diantara seonggokan sampah, sudah tak terlihat. Sama sekali, apalagi diantara berlian, emas, perak petunggu dan gemericik entah ringgit atau rupiah, tetaplah pada akhotnya akan menangis di pojok, sendirian dan kesepian. Memang begitulah adanya, karena suatu kesalahan pertama, menjadi sebuah pertumbuhan yang salah. Tentu saja..
Kalimat-kalimat yang disusun tak berarti, tak mempunyai arti dan tak mudah diartikan, karena memang hanya dengan bahasa sendiri, cinta dan hati yang sendiri memang tak tertautkan dengan siapapun, memang kehancuran telah ada, di depan mata. Bukan, bahkan telah dimulai.
Kekelaman demi kekelaman terjadi, apakah ada yang peduli? Sekali lagi tak perlu meminta, menuntut kepada siapapun karena memang sudah cukup. Akankah ini akan selesai di sini? Akhir dari semuanya? Semuanya?
Memang ini telah sejak lama, terlalu lama untuk dipendam, bom-bom kecil yang memang seiring dengan waktu semakin menyatu semakin membesar, meledak bersama-sama. Aku tak memiliki apa-apa lagi, harapan-harapan sekecil-kecilnya telah meledak bersamanya, ah itu adalah sebuah kebohongan, harus ada harapan yang selalu digantungkan, kepada-Nya.
Dalam tangisan-tangisan harapan-harapan yang meledak bersama bom-bom kecil yang bergerak bersama wakfu, bahasa-bahasa yang buruk dipergunakan, diperdengarkan, disuarakan dan kudengarkan. Tak baik, ini benar-benar tak baik. Layang-layang ini? Akankah memang saatnya putus? Kemana? Tak perlu bicara terlalu tinggi. Tak perlu sungguh tak perlu.
Dalam keheningan ataupun keramaian kesepian tetaplah bisa dirasakan, kegilaan-kegilaan ini sudah sampai puncaknya.
Terima kasih untuk semuanya, untuk segalanya. Selamat jalan dan selamat tinggal, semoga engkau baik-baik saja, maaf, kutinggalkan lebih dahulu.
Permisi.
0 Comments