Berani jujur hebat, sungguh semboyan yang renyah
sekali. Sudah tahu kan semboyan siapa? Yup benar KPK, Komisi Pemberantasan
Korupsi. Eh bentar, benar semboyan ga sih? Ya itulah. Ya gitu, gitu gimana? Ya gitu.
Iya gitu. Banyak yang bilang jujur itu susah, bahkan siapa sih, Tan Malaka atau
Bung Hatta atau siapa sih yang kurang lebih “orang pintar banyak tapi nyari
orang jujur susah” itu, koreksi komentar di bawah ya. Ya dari kecil semoga
pembaca di blog ku ini diberi kesempatan pendidikan yang baik tentang jujur ya,
ajaran-ajaran yang baik, yang aku percaya bahwa sebenarnya manusia pada hakikatnya
pada nuraninya adalah makhluk yang baik.
Seiring berjalannya waktu memang harus meliat
keadaan, bahwa jujur memang susah. Memang mahal, dari dulu sampai sekarang. Entah
karena terpaksa atau bukan, karena keadaan atau apa. Jujur terkadang bikin
pahit yang memang benar-benar pait. Dari sekolah di pendidikan formal, entah
ini rahasia umum atau apa, tapi saya berani mengatakan, pendidikan di Indonesia,
di negeri ini, tercinta ini, tidak benar-benar bersih dan jujur. Ada setitik-setitik
kecil yang mengotori itu, entah dari pihak mana, sayangnya masih ada, bahkan
saat aku masih begitu kecil saat itu sebenarnya juga sudah tahu. Ini fakta
bahwa ada ketidakjujuran, perlu saya sebutkan? Saya rasa tidak.
Seiring waktu berjalan, seleksi alam berjalan, dan
kita memasuki jenjang yang lebih tinggi, jenjang sekolah formal tentu, di
sekolah menengah sampai perguruan tinggi sekarang(aku). Seleksi alam yang
menyebabkan penempatan-penempatan pada suatu tempat tertentu, entah biaya,
keadaan, keberuntungan, kemampuan, nilai, minat, bakat, dan lain-lainnya itu,
kalian tentu lebih tahu. Tapi faktanya iya kan? Kalian berpisah atau satu
sekolah dengan teman SD/MI atau sederajat lainnya saat SMP atau setingkatnya,
lalu begitu pula ke SMA atau setingkatnya. Sampai menetas dari wajib belajar 12
tahun itu, memilih dan terseleksi.
Sampailah aku di Sekolah Hukum, Fakultas Hukum,
dimana? Mungkin kalian perlu mencari tulisanku yang lain, ehe, selamat membaca.
Pada kenyataannya? Ketidakjujuran masih ada? Sayangnya kenyataannya ya seperti
itu. Dunia ini tak benar-benar bersih putih(dalam hal jujur saja). Lanjooooot. Ehe.
UTS lalu, di setiap ruang kelas, eh ruang ujian ada
kertas tertempel di pintu masuk, beberapa waktu sebelumnya aku lupa di ujian
yang mana semester berapa, ada semacam ‘intinya’ ajakan ayo jujur. Ya di LKMMPD
dulu pun ada, Integritas, ya salah satu unsurnya bisa dikatakan jujur itu. Lalu
ada apa dengan kertas-kertas yang tertempel itu? Ya berarti ada indikasi kalau
memang, ya itulah, ehe, soal melihat sendiri, ya, ehe. Ehe lagi ya? Yaudah aha
deh. Haha.
Ya kembali ke jujur, seiring berjalannya waktu juga,
ya jujur perlu dalam kadar tertentu. Ah entahlah berapa kadar yang ideal untuk
jujur dalam dunia ini entah 100% betulan atau harus berkongsi berapa. Hmm, oiya
seiring dan seiring lagi sampai suatu titik dimana aku mulai bertanya, jujur
ya? Apasi? Jujur terberat? Lalu mulai bertanya lagi, jujur pada diri sendiri
berat ga sih? Jujur tentang apa yang kita mau misalnya, jujur pada keadaan,
jujur pada kemampuan, seberapa kuat kita jujur pada diri sendiri, seberapa kita
harus menempatkan kepercayaan terhadap kejujuran seseorang. Jujur seolah bagiku
begitu berat sekarang, melihat keadaan yang demikian ini. Keadaan diri sendiri,
keadaan lingkungan sekarang, keadaan negara dan bangsa ini, keadaan masa dan
waktu kita sekarang, dasar filsafat yang berkembang pada kita sekarang, latar
belakangnya. JUJUR. Antara hati dan otak, antara manusia dengan manusia, bangsa
dengan bangsa, lingkungan, semua makhluk, dan jujur pada Tuhan. Sekali lagi
JUJUR.
Untukmu, Berani jujur hebat.
Entah akan kau maknai apa,
Salam hangat, selamat malam, selamat tidur, eh
gimana kalo dibaca pagi, eh iya,
Gimana?
Ehe.

0 Comments