matanya berbinar-binar memperoleh kado yang sebesar telapak tangannya. ia tak henti-henti berdoa agar isi kadonya hal yang ia inginkan, berharga mahal dan berkilat, setidak-tidaknya itulah yang diinginkan wanita di seluruh dunia disamping kepastian. momen ualng tahun barangkali momen yang tepat, begitu pikir Tamara, 22 Tahun merasa dirinya telah cocok untuk menerima pinangan itu. sebuah kado cantik telah ada di tangannya sekarang, di dalam kamarnya ia masih berbinar binar. "Surya memang pemalu barangkali." ia menggumam sendiri. kado kecil se telapak tangan berbentuk kubus itu dibungkus dengan kertas kado biru warnanya, tak tahulah kenapa biru, Surya memang senang nyeleneh. gaya herpakaiannya tak seperti anak muda kebanyakan ia malah seperti gaya berpakaian Indonesia tahun 70 an, lebih tua dari usianya yang baru 26. ia memang seorang idealis yang aneh bila dipandang. tak apalah, barangkali kota di dalamnya merah dan di dalamnya lagi yang lebih penting, yang terpenting dari segala hal adalah yang di dalam. barangkali mengkilat, yang menunjukkan perlambangan hati, ya hati simbol perdalaman manusia selain alam pikiran. tapi kenapa lewat pos? tak seharusnya ini lewat pos, hal sepenting ini, bahkan jika ia adalah seorang yang aneh sekalipun, tak seharusnya hal se sakral ini.
Surya kakak tingkat Tamara dulu di masa kuliah, lulusnya memang sangat telat. entahlah apa saja yang dipikirkannya waktu kuliah, ia seolah seperti satu satunya mahasiswa yang tak ambil pusing dengan target dan dengan lulus, jalan pikirannya terdengar menyeramkan bagi sebagian mahasiswa lainnya, ia berpendapat 'belajar adalah belajar', sungguh kata kata yang aneh. mereka bertemu dalam sebuah acara seminar kampus, dalam sebuah diskusi. waktu itu Surya menembakkan pertanyaan yang kritis, tentu begitu mempesona untuk Tamara yang seorang mahasiswa baru saat itu. sebenarnya Surya pun bukan bodoh bodoh amat, riwayat pendidikannya sebenarnya baik tapi lingkungannya yang membuat pola pikirnya begitu berbeda ia tumbuh menjadi seorang yang berbeda dari saudara saudaranya. 5 bersaudara seperti Pandawa, ia anak terakhir dan satu satunya barangkali di umur yang untuk sebagian orang akan melihat secara realitas ia masih tetap saja mempertahankan kepercayaannya, ia tumbuh dengan hampir hampir tak percaya dengan dunia, dengan orang orangnya. tapi juga di samping itu ia tak mungkin meninggalkan dunia, karena baginya merupakan tanggung jawab yang tak terpisahkan untuk membantu memperbaiki dunia sebagai salah satu manusia yang berotak. setidak tidaknya menurutnya begitu.
0 Comments