Terkadang Munafik Itu Perlu




Habis dari acara Gema Keadilan FH Undip nih, habis Audiensi Pers Nasional di Jakarta. 30 Oktober sampai dengan 2 November, berbicara tentang kegiatan dan hasilnya barangkali nanti saja ya, aku ingin berbicara soal lain. Pernahkah kalian merasa kesepian di tempat yang ramai? Entah merasa tidak punya teman atau tidak punya bahan obrolan yang mengasyikkan dengan yang lain. Bagiku ini sering kualami, di acara apapun, termasuk di acara seperti ini, di Organisasi, masyarakat, bahkan keluarga. Ini memang masalah.
Kembali lagi, setelah 2 hari kunjungan di sana, Jakarta. Kami pulang dari Jakarta Pusat pukul 10 malam, soal jalan? Saya tak hafal, sepertinya langsung masuk tol, yah intinya tujuan Semarang. Entah kenapa malam itu rasanya pas untuk bergalau ria, berpikir tanpa ditulis, berimajinasi tanpa terkekang aturan.
Jadi di depan bus itu, di sebelah samping kursi supir ada kursi kosong, sebelumnya aku berada di belakang yang membuat cukup pusing saat keberangkatan. Karena saat pulang ini banyak yang ijin dengan pulang sendiri-sendiri dan melanjutkan acaranya masing-masing. Beberapa ada yang kosong, jadi beberapa orang dapat 2 tempat duduk. Sementara tempat yang aku maksudkan di sini adalah kursi tambahan.
“ikut kesini ya pak.”
“oh iya mas gakpapa.”
“di belakang saya agak pusing.”
Begitulah kira-kira percakapanku dengan supir untuk meminta izin duduk disitu. Malam itu lagu galau 90 an dan 2000 an yang bapak supirnya banyak bernyanyi juga. Beberapa percakapan selanjutnya adalah wawancara singkatku tentang profesinya sebagai supir bus. Beliau ini menjadi dalam pekerjaan ini lebih lama disbanding aku di dunia ini. Pernah menjadi supir truck tronton, berganti-ganti tempat kerja. Baginya tempat kerja yang ideal adalah kenyamanan. Bekerja bukan hanya tentang uang dan gaji. Jika banyak orang berpikir bahwa supir jarang pulang. Pada kenyataannya ini iya terjadi, apalagi kalau banyak pesanan, di bulan bulan ramai. Baginya kenyamanan pekerjaan bukan hanya masalah gaji tapi juga seberapa sering ia dapat pulang ke rumah, menengok istri dan anak serta sanak keluarga. Tak banyak yang aku tanyakan selanjutnya karena jumlah aku bengong dan berpikir pun cukup panjang.
Yang menarik dan teringat adalah kata-katanya, yang menjadi konsekuensi supir, adalah orang yang menjual jasa, bertemu dengan banyak orang. Dia bilang bahwa dia telah bertemu dengan berbagai tipe manusia. Ada yang baik banget, ada yang ribet banget, ada yang level rempong nya biasa saja, ada yang sewajarnya manusia. Bertemu dengan banyak orang dia bilang bahwa ‘ya gimana mas, kita ya memang harus munafik kalau di depan mereka, kan nggak mungkin juga kita misuh atau ngomong kasar di depan mereka. Walaupun di dalam hati ya bisa lain. Kan kita juga harus senyum terus to mas, sudah biasa mas.’
Pada kenyataannya memang demikian adanya. Kita ini memang harus memasang wajah tersenyum kepada siapapun. Tak peduli seberapa menderitanya kita, tak peduli seberapa banyak waktu yang dipergunakan untuk menangis. Apalagi dalam pekerjaan yang menjual jasa seperti itu, paham lah harus bagaimana.
Sampai aku pada pikiran lain bahwa setiap orang di dunia ini memiliki masalahnya masing-masing. Tapi sampai ke ujungnya aku rasa semua orang setuju bahwa mereka mencari kedamaian. Kedamaian terhadap diri sendiri, orang lain ataupun dunia.
Sampai terkenalah kita macet yang panjangnya lebih dari 7 km(dari google map) saat itu, dan kulihat waktu yang ditempuh untuk keluar dari kemacetan itu 1 jam(dari google map juga). Sampailah aku di titik jenuh berada di depan, hingga aku kembali ke kursi tengah-yang disediakan oleh pimpinan kami, waow.
Setiap orang punya masalah, saat itu jam 1 pagi-kalau tidak salah. Jika supir memiliki masalah dengan macet, harus bekerja tak boleh tertidur, tak boleh bosan, harus maju walaupun hanya pelan. Mahasiswa juga punya masalahnya sendiri tentang kemacetan berpikir misalnya, tetapi sekali lagi sama dengan supir yang harus maju, mereka juga harus maju, walaupun pelan tak tahu seberapa panjang dan tak tahu seberapa lama harus dilalui untuk keluar dari kemacetan itu.
Akhirnya aku tidur…




0 Comments