Tembalang-Baskoro
terdiam, hampir tanpa aktivitas, banyak warung makan tutup apalagi hanya
sekadar warung kopi dan tempat nongkrong. Hari keempat di Tembalang, di Baskoro
sini. Hanya lampu-lampu tanpa gairah bertahan. Hampir tak ada motor lewat. Hanya
sekali dalam beberapa menit. Tak berlebihan jika satu jam bisa dihitung dengan
jari. Berbeda dengan hari biasa dengan hiruk pikuk sliwer-sliwer mahasiswa. Foto
copy samping kosku telah seminggu lebih menutup dan melibur. Kita semua tak menginginkan
keadaan ini.
Ada yang
bilang katanya keadaan belum semakin membaik akan tetapi lebih darurat. Kabar duka
datang lagi dari keluarga presiden di tengah-tengah keadaan Indonesia sepi
kini. Ibundanya Bapak Joko Widodo tutup usia. Walau aku berpandangan berbeda
dengan sikap dan tindakan beliau. Tapi beliau tetaplah Presiden dan pemimpin
sah negara ini. Turut berduka tentu saja.
Banyak teman-temanku
bilang di Cilacap, Solo, Jogja, Blora, Magetan, Jakarta, Manado, Semarang
sendiri dan kota lainnya sedikit terdiam dari aktivitas. Barusan ibu dalam
kontak wa pun berpesan jangan banyak keluar rumah. Ini hal yang sedikit lebih
susah dilakukan di kos dibanding di rumah. Dan kuyakin dengan pasti di dalamnya
juga ada suara bapak.
Tembalang-Baskoro
terdiam.
Kegiatan perkuliahan
tetap berlanjur dengan kelas online. Tugas tetap datang dengan membingungkan. Serangan
mental telah semakin menjadi-jadi. Kekhawatiran dan ketakutan akan hari depan
tak dapat dihindari.
Di luar wabah
yang sedang dihadapi bersama, yang setiap orang berharap tak pernah ditemui. ‘Corona
virus’ tersangka atas segala kediaman ini. Di luar serangannya
serangan-serangan mental telah lebih dulu sedikit mematikan rasa.
Semoga hari-hari
yang tak diinginkan segera berlalu. Ada hal yang sekarang tak boleh lagi
dipanggil labil dan berbicara tentang pematangan diri.
Sekian dari
Tembalang-Baskoro yang diam.

0 Comments