Bernyanyi sepanjang jalan,

 

Kegalauan bisa disebabkan banyak hal, dan itu tidak perlu di bahas di sini. Terkadang mengatasinya kita bisa melakukan hal-hal random, mengurung diri di kamar, menangis dengan durasi panjang, melolong di dalam hati, makan sesuatu terus menerus, atau hal hal lain seperti yang terjadi kemarin, pergi ke suatu tempat yang kurang jelas apa tujuannya.

Tempat yang dituju hanya terbesit, terlintas dalam pikiran. Aku tak tahu pasti tempatnya karena ada pilihan keduanya, pilihan keduanya yakni mampir di indomaret pinggir jalan, buka buku, membacanya, membeli beberapa snack lalu pulang lagi. Perjalanan yang kulakukan bukan perjalanan dalam kota, tapi keluar kota, Salatiga. Meski tak berapa jauh dari Semarang, aku menempuhnya dengan satu setengah jam perjalanan. Sempat, entah bisa dibilang salah belok atau bukan, karena aku sama sekali tidak tahu tentang Salatiga, perjalanan ke selatan dari Semarang selalu melewati lingkar luar kota Salatiga. Praktis, tidak pernah melihat dalamnya kota Salatiga. Kemarin, artinya adalah malam minggu. Artinya adalah lebih ramai dari hari biasa. Yup, dari salah belok menuju ke salah belok yang lain tapi dengan tanpa repot aku sampai di tujuan yang terlintas di pikiran, pusat pemerintahan, atau di jaman sekarang bisakah dibilang pusat kota juga?

Alun-alun, masjid, pusat kantor pemerintah, dan tak seberapa jauh ada pasar. Katanya di Jawa kebanyakan seperti ini karena filosofinya, pusat kegiatan rakyat, agama, pemerintah, tak seberapa jah ada pusat ekonomi.

Well, kembali kepada kegalauan itu. Karena perjalanan kali ini tidak ada tujuan pasti, hanya ke tempat itu, shalat, makan lalu pulang. Hanya seperti itu.

Ini adalah judulnya, di sepanjang perjalanan yang riuh. Aku bernyanyi sepanjang jalan, lagu apa saja yang diingat, barangkali tentang patah hati, terkadang memacu kecepatan karena di sanalah adrenalinnya didapatkan. Tapi, entahlah.

0 Comments