Semrawut

Kamu ingat aku ingin menuliskan hal-hal sederhana? itu yang ingin kulakukan malam ini. Tengah malam seperti tempat-tempat normal lain di dunia, lebih sepi daripada siang hari. Tembalang cukup lengang saat malam hari, terlebih ini selepas hujan. Tembalang diguyur hujan sejak sore hingga malam tadi, sangat cukup untuk membuat tanah pertanian tadah hujan ditanami.
Aku yang berencana print lembaran tugas terpaksa menanti dan menunda jadwalnya. Selain tujuan itu dunia tengah malam adalah dunia yang lengang dan tidak menyeramkan. sudah beberapa malam ini aku terjaga saat tengah malam dan tertidur saat mentari datang. aku mengalami night owl. Entahlah pikiranku semrawut akhir-akhir ini, seperti kabel kabel di bawah ini.
Ini adalah gambaran Tembalang di malam hari, bukan, lebih tepatnya dini hari. suasana setelah hujan dengan aroma yang khas, suasana kampus yang lengang karena belum dimulainya jadwal semester kuliah, meski begitu di lokasi yang buka 24 jam tetap ada aktivitas-aktivitas manusia di sana.
Pikiran semrawut biasanya aku habiskan di tengah malam, beberapa kali aku menelusuri Tembalang, tapi selalu dengan tujuan, entah itu membeli sesuatu di minimarket, atau memesan mie di burjo.
Malam ini dengan pikiran semrawut itu aku menelusuri Tembalang, berkendara dengan pelan dengan kuda besi ini, kalau memakai kuda betulan rasa-rasanya bisa lebih nikmat untuk suasana seperti ini, saat-saat berkendara dengan pikiran kosong. Dengan kuda aku bisa menikmati pemandangan lengang di malam hari dengan leluasa, biarlah kuda berjalan pelan dengan ritme tertentu dan aku sebagai pengendara bisa bebas mengedarkan pikiranku terbang entah kemana. Barangkali aku bisa bertanya-tanya.
Kenapa ini harus terjadi, kenapa ada kebimbangan ini, kenapa harus kehilangan jiwa, kehilangan rasa, kehilangan ingin. ada kalimat mengatakan "yang lebih nikmat adalah saat kita tidak menginginkan apa-apa dibandingkan saat kita mendapatkan apa yang kita inginkan" rasa-rasanya kalimat itu perlu dikaji ulang, rasa-rasanya sekarang saat aku tidak memiliki gairah untuk hidup ini, seolah rasanya itu sama seperti aku tidak menginginkan sesuatu juga, tapi rasa-rasanya itu menyiksa. Ini bertentangan dengan sebuah pesan bahwa kita, setiap diri kita dikirim ke dunia sebagai pemimpin, pemimpin pasti punya kewajiban, setiap kewajiban patut dipertanggungjawabkan, dan setiap tanggung jawab memiliki konsekuensinya. Dalam hal lain, sebuah podcast di Youtube mojok, seorang tokoh dunia lukis Indonesia Nasirun -sepenangkapanku- dia menjelaskan, dan mengutarakan tentang kerja kebudayaan. Jadi rasa-rasanya seolah-olah kerja kebudayaan itu, kewajiban jadi pemimpin itu tidak memungkinkan kita untuk tidak menginginkan apa-apa, tidak memungkinkan untuk tidak memiliki kewajiban, tidak memungkinkan untuk tidak ada konsekuensinya. 
Akhirnya aku kembali pada hipotesaku, semua quotes tidak bisa dipakai dalam segala hal kecuali Hadits Nabi.

Hal lain,
berhubung sekarang blog ku ada yang membaca, tidak seperti dulu atau beberapa bulan lalu saat hanya beberapa orang yang tahu alamat blog ku, jadi saat ada yang berkunjung pasti salah satu diantara mereka. Sekarang berbeda, ada cukup orang random yang bisa mengunjungi blog ini karena alamatnya aku sematkan di akun sosial mediaku. Barangkali para pembacaku berkenan untuk berinteraksi. Apa yang kamu lakukan saat pikiranmu semrawut? 

0 Comments