Berita Dini Hari

Besok aku akan pulang. pikirku di hari itu karena akan memasuki cuti lebaran, tidak banyak yang bisa dikerjakan di sini saat lebaran. Saatnya menurunkan tempo, setikda-tidaknya begitu pikirku. Sebelum pulang aku bisa memanfaatkan satu sesi di kampus, setelah siang atau sore aku bisa langsung ke Blora, kampung halamanku.

Tapi kenyataan berkata lain, setelah tidur cukup cepat malam itu aku terbangun tengah malam dan karena perut masih lapar aku memesan makanan untuk makan malam, makan dini hari, tidak dihitung sahur. Aktif di malam hari adalah hal hal yang cukup wajar untuk anak kos abad ini. Beberapa malam sebelumnya mengalami gangguan tidur yang parah, aku bisa begadang semalaman dan baru bisa tidur keesokan harinya. Siklus itu berjalan sudah cukup lama.

Tiba-tiba telponku berdering, hal yang sangat tidak wajar untuk generasiku. Adik sepupuku menelpon, ada apa? begitu dalam pikiranku, apakah ada hal yang perlu dia tanyakan, tapi kenapa selarut ini. telpon kuangkat, di seberang suara sesenggukan dan dia mengatakan samar samar, kakek sakit. Kakek memang sudah cukup berumur tapi terakhir saat aku berkunjung sehat wal afiat, masih sama seperti itu dalam beberapa tahun terakhir. kupikir sakit biasa, atau ke rumah sakit atau ke IGD karena adek sepupu menangis. kupikir, ah pasti akan baik-baik saja. selain dia mengatakan kakek sakit, adek sepupuku juga mengatakan sulit sekali untuk menghubungi ibuku yang ada di rumah, serta pak lek bulekku yang ada di Semarang dan Demak. telpon dimatikan.

Selang beberapa menit dia telpon lagi, kakek meninggal. aku terdiam tidak bisa berkata-kata, tidak ada tetes air mata, aku hanya berpikir tentang bagaimana mengabarkan ini kepada anak-anaknya yang sedang susah dihubungi. di pikiranku yang lain aku bahkan berpikir kakekku memenuhi apa yang disebut meninggal 'dengan baik' sebagai seorang Islam ataupun seorang Jawa. Ramadhan, hari Jumat, dan di tempat tidurnya sendiri dan tanpa sakit. aku maklum malam itu anak-anaknya sedang sulit dihubungi, pukul 01.30 dinihari kabar itu sampai di telingaku, waktu waktu yang mungkin waktu paling nyenyak dalam tidur.

Setelah gagal coba dihubungi adek sepupuku. Aku menelpon ibu, sekali dua kali, masuk, diterima "halo, pripun nang?" di seberang telpon suara ibu seperti biasanya. Aku tidak mampu menyampaikannya secara langsung sendiri, aku masih setengah percaya dan tidak ingin salah informasi. Kuminta untuk telpon di WhatsApp dan telpon bersama untuk dihubungkan dengan adek sepupuku.

Telpon tersambung, adek sepupuku masih terisak, dan diulanginya perkataannya, kakek meninggal. Pecah tangis ibu, dan patah hatiku mendengar itu. Meskipun begitu tidak keluar air mata, aku harus menghubungi anak-anak kakek yang lain. om ku di Demak, telpon pertama tidak diterima, telpon kedua sama, sambungan ketiga diterima dan kuhubungkan semuanya, sampailah kabar itu.

Sekarang masih ada kakakku yang juga ada di Semarang, bulekku yang ada di selatan Semarang. semua coba kuhubungi, tapi gagal. tetap tak ada air mata yang menetes, hanya terpikirkan aku harus pulang malam ini. sialnya, perutku bermasalah. setelah ke belakang dengan waktu secukupnya aku kembali menghubungi bulekku, diterima. suaranya sudah terisak, tanda berita sudah sampai. aku hanya "oh, nggih mpun bulek". kami sama-sama mengerti. telpon kututup, tinggal kakakku seorang yang belum mengetahui kabar ini, kami semua hiruk pikuk menyiapkan untuk ke Blora dini hari ini.

Kutelpon puluhan kali, tidak diterima, data seluler dimatikan. Ah pasti dia ingin istirahat malam ini. aku berhenti menelpon kakak, kupersiapkan yang kuperlukan untuk pulang, cuci muka,  menyiapkan motor, dll. aku pulang malam itu, mampir ke tempat kos kakakku, benar saja. dia tidur.

sekali ketukan, dua kali ketukan kakakku bangun dan membuka pintu. matanya masih sayup-sayup sipit tanda kantuk belum hilang, kuminta waktu sebentar untuk memilih kata-kata. kukatakan "Mbah kung gak ono" matanya langsung tajam, semua kantuknya langsung hilang. dia dengan terburu buru meraih handphonenya, menghubungi teman-teman kerjanya. pasti dia mengatakan ijin di hari itu. persiapan seperlunya dan kami pulang beriringan. masih tidak ada air mata di mataku, aku mencoba untuk setenang mungkin. aku berpikir untuk hal terbaik apa yang bisa kulakukan untuk kakek. menghubugi semua kerabat telah aku usahakan.

Mungkin kurang lengkap, seingatku kewajiban sebagai yang hidup kepada yang meninggal adalah mensucikan(memandikan), mensholatkan, dan menguburkan. Itu yang ada di pikiranku, setidaknya itulah langkah terbaik yang bisa kulakukan, kuusahakan.

Berita dini hari, aku tidak percaya akan mengalami hal semacam ini di masa hidupku.

0 Comments